Sumber: Pinterest.com |
Oleh: Fachry Maulana Rivaldi
Penulis merupakan Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Semester 4
Tan Malaka adalah teladan tokoh revolusi kiri yang militan radikal dan revolusioner. Namun sayang, nama dan perannya dalam kemerdekaan Indonesia sengaja dihilangkan oleh rezim Orde Baru dari catatan sejarah dan album pahlawan nasional. Padahal segudang ide-ide dan pemikirannya yang bernas telah berperan besar dalam mengantarkan bangsa ini menutup kegelapan demi kegelapan penjajahan di bumi pertiwi. Ia telah menjadi korban pemalsuan sejarah.
Ide-ide dan pemikiran luar biasa yang mendahului dan menembus nalar kebanyakan anak zaman telah menginspirasi tokoh-tokoh pergerakan di Indonesia. Melalui karyanya, Madilog, Menuju Republik Indonesia, Dari Penjara ke Penjara dan Gerilya, Politik, dan Ekonomi (Gerpolek) ia mampu menyulut semangat para pemuda dan tokoh pergerakan untuk memperjuangkan kemerdekaan 100 persen dari segala bentuk penjajahan.
Tan Malaka berkenalan dengan teori revolusioner, sosialisme, dan Marxisme-komunisme melalui berbagai buku dan brosur. Bahkan dia sempat diminta Ki Hadjar Dewantara mewakili kongres pemuda Indonesia dan pelajar Indologi di kota Deventer. Melalui interaksi dengan mahasiswa Indonesia dan Belanda, dia semakin yakin bahwa melalui jalan revolusi, Indonesia harus bebas dari penjajahan Belanda. Keyakinan itu dia pegang secara konsisten. Itulah masa awal dalam pengembangan politiknya.
Dia bahkan tidak sekadar mencetuskan gagasan, tapi juga secara ikhlas dan tabah mengabdikan seluruh hidupnya demi terwujudnya cita-cita tersebut. Tan Malaka merupakan sosok revolusioner yang gerah berdiplomasi, konsepsinya tentang kemerdekaan terasa utuh, bulat dan cemerlang. Dia bahkan menjadi contoh terbaik tentang gagasan politik yang senantiasa membawanya dalam lingkaran kekalahan demi kekalahan.
Keteguhan Tan Malaka dengan sikapnya demi cita-cita kemerdekaan Indonesia itulah yang menjadikannya diburu polisi rahasia Belanda, Inggris, Amerika, dan Jepang di 11 negara dan telah berganti nama sebanyak 23 kali dalam hidupnya. Dia adalah orang pertama yang menulis konsep Republik Indonesia bahkan Muhammad Yamin menjulukinya "Bapak Republik Indonesia". Soekarno menyebutnya "seorang yang mahir dalam revolusi". Dia adalah orang yang telah melukis revolusi Indonesia dengan bergelora.
Di kalangan mahasiswa, selama bertahun-tahun sosok dan pemikiran Tan Malaka didiskusikan. Namun, dalam cara pandang ala Orde Baru, Tan Malaka tetaplah musuh. Tak heran jika sangat sulit menemukan nama dia pada jalan-jalan yang ada di seluruh wilayah di Indonesia, seperti nama-nama tokoh pejuang nasional yang diabadikan sebagai nama jalan atau gedung hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Padahal jika ditinjau dari perspektif kekinian, pemikirannya yang radikal sebenarnya bernuansa sosialisme, sesuai dengan pola kehidupan masyarakat Indonesia pada masa kini. Namun, memang bertolak belakang dengan arus pemikiran kapitalisme yang meraja sebelum kemerdekaan.
Yang lebih mengejutkan, berbeda dengan keberadaannya di Indonesia yang menjadi kontroversi, Tan Malaka adalah seorang pemikir radikal nasionalis-sosialis. Pemikirannya telah membawa pengaruh yang sangat besar dalam perjuangan kemerdekaan. Gagasan pembentukan Indonesia sebagai negara republik sesungguhnya adalah gagasan Tan Malaka. Kenyataan ini menjadi ironis. Padahal dia pula yang merupakan pencetus perlawanan terhadap kolonialisme, berbeda dengan apa yang dipahami oleh pemimpin Indonesia yang ada pada masa itu, yang lebih memilih jalan damai dan mengikuti apa yang diinginkan oleh pemerintah penjajah, dengan harapan diberikan kemerdekaan.
Tan Malaka termasuk salah seorang tokoh bangsa yang luar biasa, bahkan dapat dikatakan sejajar dengan tokoh-tokoh nasional seperti Soekarno, Moh. Hatta, Sutan Syahrir, Muh. Yamin, dll.
Kesuksesan Tan Malaka terletak pada sikap konsisten dalam berpolitik dan orisinalitas pemikirannya yang berpihak kepada rakyat. Pentingnya ilmu pengetahuan untuk membangun masyarakat, seperti yang ditulisnya dalam Madilog dan beberapa brosurnya yang menganjurkan kemandirian bangsa, menjadi relevan bila melihat kondisi bangsa dewasa ini.
Tan Malaka tidak hanya bicara, tapi dengan bukti. Dia bukanlah pemimpin flamboyan dan gagah di podium, tetapi dia membangun sekolah rakyat di Semarang, Purwokerto, Bandung, Yogyakarta, dan Batavia selama dua tahun di Jawa sebelum dibuang ke Belanda (1922). Tan Malaka konsekuen dengan sikapnya yang tidak memercayai politik kompromi (diplomasi) yang dijalankan Moh. Hatta dan Sutan Syahrir yang hanya menguntungkan Belanda. Tan Malaka adalah seorang nasionalis sejati daripada seorang komunis.
Editor : Muhammad Wildan Najwanuddin