Oleh: Erin Fauziah
Menelisik dari sejarah, dulu pada zaman jahiliyah perempuan adalah posisi yang amat sangat direndahkan. Diinjak harga dirinya, bahkan sengaja dihilangkan nyawanya. Menjadi perempuan dianggap rugi, seolah pertanda lambang dari kesialan dan segala sumber keburukan. Hingga pada akhirnya Islam hadir, mengangkat derajat wanita dengan begitu hebatnya.
Menjadi wanita adalah fitrah agung, pasrah namun indah. Jika boleh saya katakan, tercipta sebagai seorang wanita adalah privilege. Karenanya, kita bebas diberi peluang untuk meraup pahala sebanyak-banyaknya. Saat lajang ia mengalirkan bakti pada kedua orangtuanya, kemudian menikah ia alirkan bakti pada suami sebagai kunci surganya, pun saat Allah amanahkan keturunan padanya ia merawat dan mendidik ikhlas penuh cinta kasihnya.
Menjadi ibu adalah sunnatullah, sebuah keniscayaan pada setiap wanita yang memang sudah Allah titipkan rahim dalam tubuhnya. Tempat di mana Allah menumbuhkan keturunan-keturunan Adam dan Hawa, meniupkan ruh dan memeliharanya hingga lahir ke bumi dunia.
Dalam sebuah bahtera keluarga, peran ibu sangatlah penting. Ibu ada sebagai “Madrasatul Uula” atau “Madrasah Pertama.” Ia menjadi pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya, tentu dari jauh sebelum anak-anaknya mampu bersosialisasi dan berguru pada orang-orang lain di sekitarnya.
Sudah tugas utama seorang ibu untuk mencetak putra putrinya menjadi generasi terbaik, tentu semuanya bergantung pada bagaimana pola asuh dan pola didik dari orangtua khususnya ibu. Jangan sampai kita lengah dari menuntut ilmu, jangan sampai kita lalai dari terus mengembangkan pengetahuan dan kemampuan, berusaha untuk menyeimbangkan diri mengikuti zaman tanpa mengeyampingkan hal-hal ukhrawi sebagai tujuan.
Sebuah kalimat hikmah mengatakan,
النساء عماد البلاد إذا صلحت صلح البلاد وإذا فسدت فسد البلاد
“Wanita adalah tiang negara, jika baik wanitanya maka baiklah negaranya dan jika rusak wanitanya maka rusak pulalah negaranya.”
Sebagai pengingat untukku, untukmu, untuk kita: “Jadilah yang terdidik sebelum mendidik, sebab anak yang sholih berhak lahir dari rahim seorang ibu yang cerdas.”
Penulis merupakan mahasiswa IAT semester 1
Editor: Nurfadilah
Mau Kirim Tulisan Ke Web HMJ? Klik Disini
sumber gambar: bhayangkari.or.id |